Monday 7 June 2010

Prabu Dasarata dari Ayodya

Waktu negeri Ayodya dahulu dikalahkan oleh Rahwana dan rajanya Prabu Banaputra tewas, disusul kemudian dengan tewasnya Bagawan Rawatmeja adik almarhum Prabu Banaputra yang juga menjadi menantunya, dan kemudian menyusul tewas pula burung Sempati sahabat karib sang pendeta, maka Dewi Sukasalya janda mendiang Bagawan Rawatmeja itu kemudian diperistri oleh Dasarata adik sepupu Prabu Banaputra.

Hal itu terjadi setelah Rahwana berhasil ditipu dengan diberi Dewi Sukasalya palsu yang berasal dari bunga layu dari gelung sang putri.

Dewi Sukasalya palsu itu kemudian mati mendadak di tempat tidur waktu akan disenggama oleh Rahwana, Rahwana menjadi marah sekali waktu itu, sehingga ia menyerang Kaendran.

Dasarata kemudian memperistri Dewi Sukasalya yang berlindung padanya, sesuai pesan mendiang suaminya Bagawan Rawatmeja, dan juga sesuai dengan pesan Dewa.

Waktu Dasarata dinobatkan menjadi Raja Ayodya, banyak Dewa memerlukan turun datang merestui, karena Dewi Sukasalya akan melahirkan seorang ksatria penitisan Batara Wisnu sejati, sedangkan Prabu Dasarata akan menjadi ayahnya.

Rakyat Ayodya yang tadinya mengungsi ke hutan-hutan dan gunung-gunung untuk menghindari kekejaman raksasa-raksasa Alengka yang menduduki negeri mereka berangsur-angsur kembali ke tempat masing-masing.

Keamanan Ayodya dengan demikian pulih kembali. Berhubung Prabu Banaputra tidak meninggalkan seorang putra kecuali hanya seorang putri Dewi Sukasalya, maka Raden Dasarata yang telah memperistri Sukasalya segera dinobatkan menjadi Raja Ayodya.

Dewi Sukasalya sendiri berparas cantik mengalahkan kecantika bidadari di surga. Rakyat seluruh negeri merasa sangat berbahagia mendapatkan seorang raja yang sangat bijaksana, bersifat mengayomi, dan menjadi kekasih dewa.

Seluruh bala tentara Ayodya menyatakan sumpah setia padanya. Para pujangga menggambarkan pribadi Prabu Dasarata itu dalam sebuah syair macapat "Dhandhanggula" sebagai berikut :

Ratu luwih Kasusra ing bumi,
Awit saking kasujananira,
Anrus ing kasudarmane,
Lir pandhita linuhung,
Sumageng rat mastika manik,
Kathah kang para raja,
Kang sumiwi anut,
Anggepe sami ambapa,
Datan kongsi pinukul saking ajurit,
Soring tyas kapandhitan

Yang artinya bahwa sang Prabu sangat terkenal di bumi ini, karena ia memiliki kecakapan dan kebijaksanaan seperti pendeta linuwih, yang mampu menangani banyak hal di jagad raya ini.

Banyak raja-raja yang tunduk padanya, yang menganggap sang prabu sebagai ayah sendiri. Banyak raja yang tanpa dipukul dengan perang telah menakluk, tunduk karena sikap kependetaan sang prabu.

Pada suatu hari Bagawan Wasista dipanggil menghadap raja di istana. Pendeta ini segera datang. Ia adalah pendeta linuwih mengatasi kepandaian dan kebijaksanaan pendeta-pendeta yang lain. Kedatangannya disambut dengan gembira dan ramah sekali oleh Sang Prabu sendiri. Bagawan Wasista langsung dibawa masuk ke sanggar pamujan tempat raja biasa memuja kepada Dewa.

Kepada sang pendeta disampaikan maksud Raja memanggilnya, bahwa raja ingin sekali segera mendapatkan seorang putra.

Mendengar ini, Bagawan Wasista segera melakukan persiapan seperlunya. Sesaji yang berupa segala macam bunga indah dan kayu-kayu wangi. Dengan dicampur madu, arang dupa mulai dibakar. Sehingga menimbulkan asap mengepul yang berbau wangi. Begawan Wasista segera bersembahyang meminta kepada Dewa agar sang Prabu mendapat perkenan memperoleh seorang putra yang menjadi penitisan Batara Wisnu, yang kelak menggantikan ayahnya menjadi raja.

Bagawan Wasista kemudian meminta kepada ketiga istri raja untuk memasuki sanggar. Selama ini di samping Dewi Sukasalya atau Dewi Ragu, raja telah mempunyai dua istri yang lain ialah Dewi Kekayi dan Dewi Sumitra.

Ketiga istri raja yang telah di sanggari itu segera diminta untuk berjalan jongkok mengelilingi dupa. Ketiganya dengan khidmat melaksanakan petunjuk sang Pendeta. Kemudian semuanya berhenti setelah beberapa saat semuanya berhenti dan memuja kepada Dewa serta memusatkan permohonan kepada Dewa Sang Hyang Pratingkah agar mereka mendapat perkenannya diberi masing-masing satu orang putra.

Tidak lama kemudian api dupa atau kemenyan itu terlihat membesar. Bersamaan dengan itu Bagawan Wasista segera memasukkan semua buah-buahan, bunga-bunga dan kayu-kayu wangi yang telah tersedia ke dalam api kemenyan dicampur lagi dengan madu. Asap besar semakin mengepul. Setelah api mati arang dari dupa itu diminta oleh Bagawan Wasista agar ditempa lembut untuk dijadikan campuran sang Prabu dan ketiga istrinya ketika makan nasi dan sayur.

Setelah semua upacara dan syarat dilakukan, Begawan Wasista berpamitan.

Beberapa waktu kemudian setelah semuanya berlalu, ketiga istri mengandung. Sang Prabu sangat gembira sekali mengetahui ketiga istrinya akan memberikan putra untuknya.

[+/-] Selengkapnya...

Thursday 22 April 2010

Seri VI : Kelahiran Kresna

Alkisah, terdapat seorang raja di Matura yaitu Raja Kangsa. Ia adalah seorang yang berhati kejam dan tidak memiliki belas kasihan kepada sesama manusia. Suatu hari Raja Kangsa dikunjungi oleh Hyang Narada, Wiku dari Sorgaloka, yang memberitahu bahwa kelak ia akan dibunuh oleh anak Dewaki yang nomor 8. Setelah itu Hyang Narada segera kembali ke sorgaloka.

Dewaki adalah bibi raja Kangsa dan ia adalah isteri dari Wasudewa (Basudewa).

Setelah raja Kangsa menerima pemberitahuan oleh Hyang Narada, timbullah niat yang jahat untuk membunuh anak Dewaki sehingga sabda Hyang Narada tidak terlaksana. Pada waktu itu Dewaki belum memiliki anak.

Beberapa waktu berlalu, Dewaki mulai mengandung. Ketika bayi lahir, dengan segera dibunuh oleh raja Kangsa. Kejadian ini berulang-ulang hingga Dewaki melahirkan anak yang keenam. Saat mengandung bayi yang ketujuh, bayi yang masih di dalam kandungan dipindahkan oleh dewi Nidra (dewi tidur) dengan jalan gaib ke Rohini, istri Wasudewa yang kedua. Setelah sampai waktunya, bayi lahir dengan selamat dan dinamakan Baladewa atau Balarama.

Dewaki mengandung lagi kedelapan kalinya. Wasudewa mendapat akal untuk menyelamatkan bayi yang akan dilahirkan itu. Jika kelak bayi lahir, maka akan digantikan dengan bayi yang lain. Kebetulan ketika itu Yasoda, isteri Nanda seorang gembala, juga sedang bunting. Ketika Dewaki melahirkan, Yasoda pun melahirkan. Dengan segera bayi itu dipertukarkan.

Ketika raja Kangsa mendengar Dewaki melahirkan anak yang kedelapan, segera ia pergi ke rumah Dewaki. Raja Kangsa tidak mengetahui bahwa bayi telah dipertukarkan, sehingga ia membunuh bayi yang sebenarnya adalah anak Yasoda. Sementara itu, anak Dewaki yang kedelapan selamat dan diberi nama Kresna.

Setelah Kresna besar ia memiliki kekuatan gaib. Keberaniannya semakin tersiar ke mana-mana sehingga raja Kangsa mendengar pula. Kresna lalu dipanggil menghadap ke Matura, akan diadu dengan orang yang terkenal kuat dan berani.

Nanda, yang mengasuk Kresna, menjadi bersedih hati. Ia tahu raja Kangsa sangat kejam. Karena itu ia selalu mendoakan Kresna.

Selama di Matura, Kresna disuruh mengerjakan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang biasa. Maksudnya jika Kresna tak sanggup ia akan dihukum seberat-beratnya. Tapi yang terjadi sebaliknya, semua pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah oleh Kresna. Ia disuruh menarik busur yang bahkan tak seorangpun dewa yang sanggup menariknya, mengalahkan gajah, diadu dengan orang-orang kuat.

Melihat kekuatan dan keprawiraan Kresna, raja Kangsa menjadi murka karena merasa kalah kuat dan berani. Kemurkaan itu tidak hanya dilampiaskan kepada Kresna, melainkan kepada seluruh gembala. Maka gembala-gembala itu pun disuruh meninggalkan Matura dengan segera, dan bila tidak maka akan dibunuh.

Kresna pun sangat marah mendengar hal itu. Maka terjadilah perkelahian sengit antara raja Kangsa dengan Kresna. Raja Kangsa pun kalah dan mati. Sabda Hyang Narada terbukti.

Setelah raja Kangsa meninggal, Kresna meninggalkan Matura dan menikah dengan dewi Rukmini, putri raja Bismaka dari negeri Widarba. Perkawinan itu disertai dengan perang besar karena diam-diam Dewi Rukmini dilarikan oleh Kresna. Setelah perang, Kresna tinggal di Dwaraka (Dwarawati) dengan dewi Rukmini dan jadi raja di negeri itu dengan gelar Batara.

Kresna sangat sakti dan bahkan berani berkelahi dengan Dewa. Alkisah suatu saat Hyang Narada memberi bunga Parijata kepada dewi Rukmini. Dewi Setyaboma, permaisuri yang kedua pun mengiri. Kresna menyanggupi untuk mohon bunga tersebut. Hyang Indra tidak mengijinkan dan terjadi perkelahian yang hebat karena masing-masing mengeluarkan kesaktiannya. Sebelum ada yang kalah, datanglah Dewi Aditi, ibu para dewa memisah. Akhirnya Kresna diperkenankan mengambil bunga Parijata sesuka hati.

Demikianlah kisah Kresna.

[+/-] Selengkapnya...

Seri V : Pandu Raja Hastinapura

Keturunan darah kuru kembali berlanjut dengan dibuahinya Dewi Ambika dan Dewi Ambalika oleh Begawan Wyasa karena mandulnya 2 putra turunan Raja Santanu, yaitu Tjitragada dan Witjitawirja yang adalah suami dari Dewi Ambika dan Dewi Ambalika.

Drestaratya, yang dianggap sebagai sulung, merupakan hasil percampuran antara Dewi Ambika dengan Begawan Wyasa akhirnya menikah dengan Dewi Gendari, Puteri Raja Basubala di Negeri Gandara. Walaupun terlahir buta, namun Drestaratya merupakan sosok yang menyenangi kekuatan.

Pandu, yang kedua, beristri dua, yaitu dewi Kunti (dewi Patra) putri Raja Kuntiboja yang merupakan raja di negeri Kuntiwisaya dan dewi Madrim putri Raja Madrapati yang merupakan raja di negeri Madrawisaya. Raja Madrapati ini memiliki 2 orang putra, yaitu Salya (putra sulung) dan dewi Madrim. Pandu sangat gemar berlatih panah. Saat dewasa, Pandulah yang memimpin kerajaan Hastinapura, karena kakaknya Drestaratya buta.

Sementara itu Widura yang gemar bermain anggar menikah dengan dewi Parasari, putera maharaja Dewaka dan memperoleh putera yang dinamakan Winajasampana.

Latar Belakang Dewi Kunti Istri Pandu
Sebelum menikah dengan Pandu, raja Hastinapura, Dewi Kunti telah memiliki seorang putra. Alkisah riwayat kelahiran putra Dewi Kunti adalah ketika pada suatu hari Raja Kuntiboja mendapat kunjungan dari seorang brahmana bernama Druwasa. Druwasa yang singgah di istana meminta dengan sangat supaya pekerjaannya jangan dihalangi atau diganggu oleh siapapun, termasuk oleh baginda.

Baginda berkenan meluluskan permintaan itu dan puteri baginda yang bernama Kunti dititahkan melayani sang Brahmana. Dewi Kunti sebenarnya puteri angkat, karena dia puteri raja Suraraja dari bangsa Jadawa. Jadi masih memiliki darah Wresni. Oleh karena sang dewi sangat baik melayani brahmana itu, maka ia dianugerahi mantra yang dapat mendatangkan salah seorang dewa yang dikehendakinya.

Setelah Druwasa meninggalkan istana, Kunti hendak mencoba mantra itu dan mendatangkan Hyang Surya memberkahinya jadi bunting. Dan ia pun menjadi bunting. Kunti merasa malu karena bunting tanpa suami. Oleh karenanya ia memohon agar kelahiran bayinya tidak lahir melalui jalan biasa. Terkabullah keinginan Kunti karena bayi tersebut lahir dari telinga, sehinga dinamakan Karna, yang artinya telinga.

Sejak lahir Karna sudah memakai anting-anting dan baju kotang, sehingga ia amat sakti dan kebal. Baru saja lahir, Karna dimasukkan dalam peti dan dibuang ke sungai Aswanadi, kemudian hanyut sampai di tanah Angga. Di sana ia ditemukan oleh seorang kusir kereta bernama Adirata dan dianggap sebagai anak sendiri.

[+/-] Selengkapnya...